Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengungkapkan kontribusi industri hasil tembakau (IHT) ke perekonomian Indonesia lebih besar dibandingkan yang disetorkan oleh badan usaha milik negara (BUMN).
Faisol menyebutkan sepanjang 2024 saja penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) berhasil terkumpul Rp216,9 triliun, naik dibandingkan 2023 yang sebesar Rp213,49 triliun.
"Kalau dibandingkan dengan sumbangan dari BUMN kepada negara, selain pajak, itu jauh di atasnya," kata Faisol dalam acara diskusi Forwin di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sumbangan BUMN ke negara hanya sekitar Rp300 triliun pada tahun lalu. Nilai tersebut sudah mencakup dividen hingga pajak.
"Beberapa waktu yang lalu sebelum pemerintahan Pak Prabowo, itu BUMN dengan segala macam kekuatannya itu kira-kira Rp 300 triliun," imbuhnya.
Selain itu, Faisol menyebut industri hasil tembakau juga berkontribusi dalam urusan penyerapan ptenaga kerja. IHT menyerap hampir 6 juta tenaga kerja tahun lalu.
"Industri hasil tembakau merupakan sektor industri yang berperan sangat penting sekali bagi perekonomian nasional," jelasnya.
Kemudian, ia menyebutkan industri hasil tembakau juga menjadi salah satu sektor yang menyumbang devisa bagi negara melalui ekspor. Kemenperin mencatat nilai ekspor IHT pada 2024 menyentuh angka US$1,85 miliar.
"Pada 2024 nilai ekspor produk hasil tembakau mencapai US$1,85 miliar dolar, meningkat sebesar 21,71 persen dibandingkan nilai ekspor 2023 sebesar US$1,52 miliar," kata Faisol.
Di sisi lain, Faisol mengingatkan produk IHT juga memiliki eksternalitas negatif, khususnya terkait risiko kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan fiskal maupun nonfiskal yang tepat dan berimbang.
"Tarif cukai memang harus digunakan sebagai instrumen pengendalian konsumsi, terutama agar tidak mudah diakses anak-anak. Namun, kenaikan tarif yang terus menerus berisiko menekan kinerja industri legal dan mendorong maraknya peredaran rokok ilegal," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut cukai rokok yang diterapkan pemerintah terlalu tinggi. Ia sempat menyebut Kementerian Keuangan Firaun karena kebijakan itu.
Purbaya berkata sebenarnya ingin menurunkan cukai rokok. Akan tetapi, ia baru bisa memastikan tak ada kenaikan cukai rokok tahun depan.
"Ya sudah enggak saya ubah (tarif cukai rokok). Tadinya, saya mau nurunin (tarif). Kesalahan mereka itu, tahu gitu minta turun (tarif)," ujar Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, usai bertemu dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) secara daring pada Jumat (26/9).
(ldy/dhf)