Dilematis Politik Jokowi Nakhodai PSI

6 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi membuka pendaftaran bursa calon ketua umum. Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menjadi salah satu orang yang diinginkan internal PSI untuk menjadi nakhoda partai.

Jokowi pun sudah merespons permintaan tersebut dan mengaku sedang mengkalkulasi peluang untuk menang. Dia bahkan sudah memuji inisiatif PSI yang mengadakan pemilihan ketua umum melalui mekanisme e-voting.

Kata Jokowi, inisiatif itu sejalan dengan ide partai super terbuka yang ia cetuskan beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang saya sampaikan partai super terbuka ya kurang lebih seperti itu," kata Jokowi di Solo, Rabu (14/5).

Lantas, bagaimana penilaian pengamat politik berkaitan dengan peluang Jokowi pimpin PSI?

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat Jokowi dengan hasrat kekuasaan yang masih cukup kuat sangat membutuhkan kendaraan politik untuk bisa mempertahankan pengaruh. Namun, bukan dengan PSI.

Kata Dedi, PSI sudah terbukti gagal dibesarkan oleh Jokowi dalam Pemilu 2024. Upaya dan gerakan Jokowi di PSI sudah ada, tetapi faktanya PSI tetap berada di barisan terbawah, bahkan masih tertinggal dari sesama partai baru seperti Perindo, dan tidak jauh dari Gelora.

"Situasi ini menandai jika PSI gagal lakukan penetrasi pasar pemilih, jika kemudian Jokowi terlibat secara langsung, masuk dalam struktur, mungkin tidak banyak perubahan, karena selama ini Jokowi sudah dipahami mendukung dan mengarahkan untuk memilih PSI," ujar Dedi kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Rabu (14/5) malam.

Dedi mafhum Jokowi mempunyai peluang besar untuk memimpin PSI dengan proses yang menurutnya akan dibuat semacam formalitas. Kata Dedi, tidak mungkin Jokowi bersaing secara terbuka dan kalah di internal PSI. Dengan kata lain ia pasti menang jika memang menginginkan kursi ketua umum.

"Hanya saja, menjadikan PSI sebagai kendaraan politik ini dilematis, jika ingin lebih praktis dan potensial, Jokowi berpeluang masuk Golkar dan mengambil alih kursi ketua umum, ini pun jalannya tidak akan sulit," ungkap Dedi.

"Terlebih Jokowi dapat mengondisikan Kaesang kembali memimpin PSI. Jokowi akan lebih kuat jika dapat menguasai lebih dari satu Parpol. Membaca Jokowi selama ini, ia termasuk tokoh yang tidak sungkan memiliki kekuasaan keluarga yang cukup besar," ujarnya.

Dedi lantas mengkritik konsep partai politik terbuka PSI yang tak lain hanya sekadar gimik.

"PSI pun demikian, bahkan PSI bisa saja lebih buruk, pergantian kepemimpinan elitenya dari Grace Natalie, Giring Ganesha hingga Kaesang, tidak dilakukan secara terbuka, ini menandai PSI sama saja dengan partai lain, bahkan lebih eksklusif," katanya.

Hal berbeda disampaikan oleh Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro yang menilai PSI dan Jokowi sebagai hubungan saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.

Apabila Jokowi ingin melanggengkan warisan di pemerintahan saat ini dan pengaruh jangka panjang, mempunyai kendaraan politik menjadi syarat utama yang harus dimiliki.

"Benchmark-nya pak SBY punya Demokrat, ibu Mega punya PDIP," kata Agung saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (14/5) malam.

Agung menyatakan kendaraan politik itu bukan lagi dalam konteks untuk berkontestasi atau berkompetisi, melainkan untuk menjaga warisan, pengaruh, dan bahkan keluarga dari beragam tantangan kiwari.

"Jadi, urgensinya di sana. Nah, kalau dia enggak berpartai, maka sedikit banyak dalam waktu ya jangka menengah, bahkan panjang, legasinya, pengaruhnya, bahkan tantangan-tantangan maupun serangan seperti sekarang bisa terulang kembali karena tidak ada yang dalam tanda petik menarik orang lain untuk melindungi beliau dan keluarganya di masa depan," kata Agung.

PSI jadi PR Jokowi

Dia memandang PSI menjadi pekerjaan rumah Jokowi yang belum selesai. Saat itu, PSI belum mampu lolos parlemen dalam Pemilu 2024 atau saat Jokowi masih berkuasa.

"Kalau pak Jokowi ingin membuktikan pengaruh kuatnya besar, ya lewat PSI ini. Apakah bisa lolos parliamentary threshold atau tidak," imbuhnya.

Agung mengatakan kebutuhan PSI saat ini adalah figur. PSI hingga kini belum memiliki figur kuat sebagaimana SBY di Demokrat, Megawati di PDIP, dan Prabowo di Gerindra.

"Mereka (PSI) belum punya dalam tanda petik sistem kepartaian yang cukup solid, ya. Karena kan partai mau besar itu sederhananya dua: sistemnya harus bagus dan mereka punya figur kuat," tutur Agung.

"Ya kalau enggak bisa dua-duanya, minimal salah satu," sambungnya.

Menurut dia, kehadiran Jokowi akan menjadi kabar baik untuk PSI. Dia meyakini PSI bisa lolos parlemen di Pemilu berikutnya, di tengah kondisi Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta ambang batas parlemen sebesar 4 persen diubah.

"Peluang lolos di DPR RI itu sangat besar," kata Agung.

"Dan itu buat saya relevan dengan pak Jokowi. Ketimbang dia melihat dan melirik partai lain yang memang sudah banyak mataharinya. Pak Jokowi bisa menjadi matahari paling terik di sana (PSI)," lanjutnya.

(fra/ryn/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |