Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Pusat) telah mengantongi nama calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kemenkominfo (sekarang Komdigi) periode 2020-2024. Nama-nama tersangka akan segera diumumkan.
"Penyidik telah mengantongi beberapa nama calon tersangka dan akan segera ditetapkan dan disampaikan kepada publik/masyarakat," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangan tertulis, Jumat (25/4).
Bani menyampaikan selama proses penyidikan perkara ini, kejaksaan telah memeriksa lebih dari 70 saksi dan masih akan bertambah. Selain itu, penyidik juga telah memeriksa beberapa ahli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Kamis (24/4), tim penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Jakpus juga menggeledah dan menyita barang di sejumlah lokasi, yakni di Kota Tangerang Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur.
Tempat yang digeledah di antaranya PT. STM (BDx Data Center), kantor PT. AL, gudang/warehouse PT. AL, serta di rumah saksi yang diduga terkait dengan perkara.
Bani menyebut penggeledahan dan penyitaan lanjutan ini dilakukan dalam rangka menambah alat bukti untuk memperkuat hasil yang diperoleh selama penyidikan berjalan.
"Adapun dari tindakan penggeledahan yang dilakukan, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap dokumen-dokumen terkait pelaksanaan kegiatan pengadaan Pusat Data Nasional Sementara, dan beberapa barang bukti elektronik yang nantinya akan digunakan dalam penghitungan kerugian negara dan pembuktian di persidangan," tutur dia.
Korupsi PDNS Kemenkominfo ini bermula pada tahun 2020, ketika Kemenkominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp958 miliar. Dalam pelaksanaannya, diduga terjadi pengondisian pemenangan kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta yakni PT AL.
Kemudian, pada tahun 2020, pejabat dari Kemenkominfo bersama perusahaan swasta diduga mengondisikan pemenangan kontrak senilai Rp60,3 miliar kepada PT AL. Dugaan pengondisian itu kemudian berlanjut pada tahun 2021 dengan nilai kontrak bertambah menjadi Rp102,6 miliar.
Pengondisian itu dilakukan untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp188,9 miliar.
Kondisi itu kemudian terus berlanjut hingga perusahaan yang sama berhasil memenangkan proyek pekerjaan komputasi awan (cloud) dengan nilai kontrak sebesar Rp350,9 miliar di tahun 2023 dan tahun 2024 senilai Rp256,5 miliar.
Namun, perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Pemenangan proyek itu juga diduga dilakukan tanpa adanya masukan pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran.
Anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN yang telah menghabiskan dana sebesar Rp959,4 miliar itu dilakukan tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Kerugian keuangan negara ditaksir mencapai ratusan miliar.
Komdigi menegaskan mendukung penuh proses penegakan hukum terkait kasus dugaan korupsi proyek PDNS.
"Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komdigi Ismail dalam sebuah keterangan, Jumat (14/3).
(dis/tsa)