Jakarta, CNN Indonesia --
Ribuan pengendara ojek online (ojol) berdemonstrasi serentak se-Indonesia pada Selasa (21/5). Dalam demo ojol kemarin, para pengemudi menyuarakan lima tuntutan.
Yang utama, ojol menuntut agar potongan aplikasi maksimal hanya sebesar 10 persen. Kemudian, mereka juga mendesak revisi tarif penumpang serta penghapusan program-program seperti aceng, slot, hemat, dan prioritas, yang dinilai merugikan pengemudi.
Perwakilan ojol telah bertemu dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang diwakili Direktur Jenderal (Dirjen) Darat Aan Suhanan. Anak buah Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi itu belum bisa menjawab tegas apakah pemerintah akan mengabulkan tuntutan itu. Ia hanya menegaskan bahwa ada banyak variabel yang masih harus dibahas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita intinya menyerap aspirasi mereka, teman-teman dari mitra (driver ojol), kita serap. Tentu akan kita bahas berikutnya," kata Aan usai audiensi di Kemenko Polkam, Jakarta Pusat, Selasa (20/5).
Perusahaan transportasi online pun buka suara soal tuntutan driver tersebut. GoTo, Grab, Maxim, dan inDrive membantah isu yang menyebut mereka mengenakan biaya aplikasi 20 persen ke driver ojol.
Director of 2-Wheels & Logistics Grab Indonesia Tyas Widyastuti menyampaikan memang pembagian porsi pendapatan antara perusahaan dengan driver memang sering disalahartikan. Biaya layanan aplikasi sering dihitung sebagai pendapatan pengemudi yang dipotong, padahal biaya itu dikenakan perusahaan langsung ke pengguna.
Tyas berdalih perusahaan mengambil 20 persen dari biaya perjalanan, sedangkan sisanya adalah hak pengemudi.
"Kami sampaikan juga bahwa komisi 20 persen ini hanya berlaku, sesuai dengan peraturan, hanya berlaku untuk tarif dasar perjalanannya saja," ujar Tyas.
Grab juga mendengar ada tuntutan menjadi karyawan tetap, perusahaan mengatakan hal tersebut berpotensi mengakibatkan pengurangan driver.
Business Development Representative inDrive Ryan Rwanda menyebut mengangkat karyawan berarti membuat perusahaan harus menanggung biaya lebih. Salah satunya, biaya jaminan sosial dan hak-hak karyawan lain sesuai perundang-undangan.
"Perubahan status menurut saya akan sedikit berisiko dikarenakan adanya kemungkinan, kalau dari sisi saya sebagai direktur bisnis, akan ada kemungkinan pengurangan jumlah total driver," kata Ryan.
Ojol pertama hadir di Indonesia pada 2010, populasi pengemudi juga kian besar, sementara hingga kini belum ada payung hukum soal legalitas ojol. Lantas, apa yang perlu dilakukan pemerintah?
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan pemerintah harus membuat regulasi atas dasar kepentingan semua pihak. Tidak hanya driver ojol dan aplikator, melainkan juga konsumen atau masyarakat pengguna.
Mengenai keluhan adanya potongan yang lebih besar dari 20 persen, sambungnya, pemerintah dan DPR masih perlu keterangan berbagai pihak dan bukti-bukti.
"Tidak cukup hanya dengan laporan sepihak atau dari beberapa kasus. Jika ternyata ada bukti pelanggaran, maka tanpa perlu demo pun bisa saja aplikator diperkarakan karena melanggar peraturan," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Ia menambahkan aspirasi minta potongan hanya 10 persen adalah hak pengemudi. Namun, pertimbangan yang lebih banyak dan luas perlu dikaji, termasuk bagaimana kondisi aplikator jika ditetapkan demikian serta dampaknya terhadap harga yang mesti dibayar konsumen.
"Jika disederhanakan, pemerintah dan juga DPR mesti bersikap sebagai wasit yang adil dalam hal ini. Dan jangan lupa menimbang dampaknya terhadap kondisi ketenagakerjaan keseluruhan saat ini," katanya.
Sedangkan dalam hal status pekerja, ia mengatakan baik sebagai pekerja tetap dan mitra masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.
"Jika mau dipastikan menjadi pekerja tetap jelas butuh peta jalan yang tepat, agar tidak menjadi bumerang menimbulkan masalah yang lebih besar misalnya banyak yang kehilangan pekerjaan," katanya.