Ramai-ramai Perusahaan Eropa Timbun Stok Gara-gara Tarif Trump

11 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah perusahaan di Eropa berbondong-bondong menimbun stok ke Amerika Serikat (AS) di tengah ancaman tarif Presiden AS Donald Trump.

Perusahaan kosmetik Prancis, Clarins, sejak awal tahun mulai meningkatkan pengiriman ke AS meskipun diterpa ancaman tarif besar oleh Trump.

"Kami telah menimbun stok untuk tiga bulan, yang bernilai $2 juta dolar (sekitar Rp33,6 miliar) dalam bentuk barang," kata kepala operasi Clarins di AS, Lionel Uzan, seperti dikutip AFP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2 April lalu, Trump mengumumkan tarif impor gila-gilaan ke berbagai negara, termasuk mitra dagangnya. Pungutan impor yang disebut sebagai tarif resiprokal ini memiliki besaran berbeda-beda tergantung tarif impor yang dikenakan negara itu ke AS.

Di Uni Eropa, Trump mengenakan pajak masuk sebesar 20 persen. Pajak ini belum termasuk tarif 25 persen untuk baja, alumunium, dan mobil dari Eropa.

Tarif resiprokal Trump ini pun menuai beragam respons, utamanya mendesak AS untuk berdialog soal tarif. Pada akhirnya, Trump menunda pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari kepada negara selain China.

Meski begitu, ia tetap menerapkan tarif global 10 persen untuk semua negara, begitu pula dengan tarif 25 persen untuk baja, aluminium, dan mobil Eropa.

Imbasnya, sejumlah perusahaan di sektor barang mewah, elektronik, maupun farmasi akhirnya menanggapi tarif Trump ini dengan membanjiri pasar AS dengan produk-produk mereka. Penimbunan stok ini umumnya terjadi sejak awal tahun dan selama penundaan pengenaan tarif resiprokal 90 hari.

Pada Maret, ekspor jam tangan Swiss ke AS tercatat melonjak hampir 14 persen dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya. Ekspor dari Irlandia bahkan lebih mencolok lagi, yakni meningkat 210 persen pada Februari, dengan 90 persen ekspor merupakan produk farmasi dan bahan kimia.

Fermob, produsen furnitur taman logam dari Prancis yang menjual sekitar 10 persen produknya ke AS, menyatakan bahwa mereka mulai merencanakan penimbunan ini setelah hasil pemilihan presiden diketahui pada November lalu. Mereka pun meningkatkan produksinya pada Januari dan Februari.

"Kami telah mengirim sekitar 30 persen stok tambahan ke Amerika Serikat," kata direktur utama Fermob, Baptiste Reybier.

Bak efek domino, produksi tambahan ini tak ayal menguntungkan perusahaan-perusahaan transportasi. Lufthansa Cargo mengaku pihaknya telah melihat peningkatan permintaan pengiriman ke AS dalam beberapa pekan terakhir.

"[Perang dagang] telah mendorong berbagai perusahaan mempercepat beberapa tahap dalam rantai pasok mereka," demikian pernyataan Lufthansa Cargo kepada AFP.

"Tren serupa terlihat untuk pengiriman mobil dari Uni Eropa ke Amerika Serikat," lanjut pernyataan itu.

Fenomena ini sendiri tak cuma terjadi di kawasan Eropa, tetapi juga di Asia. Surat kabar Jepang Nikkei baru-baru ini melaporkan bahwa perusahaan teknologi China sedang memborong miliaran dolar chip kecerdasan buatan dari perusahaan AS, Nvidia, karena mengantisipasi pembatasan ekspor dari Washington.

Solusi Jangka Pendek

Praktik penimbunan stok semacam ini sebetulnya tak dinilai baik oleh para analis. Matt Jochim, mitra di firma konsultan McKinsey yang membantu perusahaan dengan masalah rantai pasok, menyebut praktik penimbunan merupakan langkah sangat oportunistik jangka pendek.

Sebab, praktik ini memiliki batasan karena tarif terus berubah dan pada hakikatnya penerapannya tak mudah dilakukan.

"Dalam banyak sektor elektronik, ini juga sulit dilakukan, karena teknologi berubah begitu cepat, sehingga Anda tidak ingin terjebak dengan persediaan chipset atau perangkat versi sebelumnya," katanya.

Reybier dari Fermob juga mengakui bahwa pihaknya amat berhati-hati dalam melakukan penimbunan stok ini.

"Jika tidak, Anda hanya akan mengganti satu risiko dengan risiko lain. Anda harus membiayai banyak stok, dan ada pula risiko mengirim produk yang salah," lanjutnya.

[Gambas:Video CNN]

(blq/pta)

Read Entire Article
| | | |