Ketum Muhammadiyah Buka Suara soal Usul Soeharto Pahlawan Nasional

2 hours ago 2

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta semua pihak yang terlibat pro dan kontra usul gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto duduk bersama dalam sebuah dialog rekonsiliatif mencari titik temu.

"Semuanya harus ada dialog dan titik temu perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," kata Haedar ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, DIY, Selasa (22/4).

Haedar tak membeberkan sudut pandang PP Muhammadiyah soal layak tidaknya gelar pahlawan nasional bagi Soeharto yang diusulkan Kementerian Sosial RI ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi, Haedar menyinggung pemberian gelar serupa buat Presiden pertama RI, Soekarno, juga tak lepas dari pro-kontra.

"Dulu kita kontroversi soal Bung Karno sampai kemudian waktu itu terlambat diberi gelar pahlawan, padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator dan sebagainya," tutur Haedar.

"Ada juga tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat, seperti dulu Mohammad Nasir, Buya Hamka, yang juga waktu itu sulit diberi penghargaan tapi akhirnya bisa," sambungnya.

Berkaca dari catatan sejarah itu, menurut Haedar, sekarang memang sudah waktunya membangun dialog rekonsiliatif, menyelesaikan segala kebuntuan melalui mekanisme ketatanegaraan sesuai koridornya.

Harapan Haedar, lewat rekonsiliasi maka perdebatan yang kontradiktif dalam berbagai persoalan bangsa bisa segera disudahi.

"Ke depan coba bangun dialog untuk rekonsiliasi, lalu dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada HAM dan sebagainya, itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," ucap Haedar.

"Tapi, dalam konteks bangsa, memang sudah saatnya kita melakukan rekonsiliasi bertahap, supaya semuanya tidak saling tarik ulur yang kontradiktif dan menghilangkan potensi bangsa ini," pungkasnya.

Nama Presiden ke-2 RI Soeharto masuk ke dalam daftar usulan Kementerian Sosial sebagai pahlawan nasional menuai pro-kontra. Sejumlah pihak telah merespons usulan ini.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengklaim alur pengusulan Soeharto sebagai pahlawan dimulai dari masyarakat melalui seminar hingga pendapat sejarawan.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus Juru Bicara Istana Prasetyo menilai tidak ada yang salah dengan usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional. Sebab, kata dia, sebuah hal yang wajar apabila mantan kepala negara diusulkan sebagai pahlawan nasional.

"Saya kira kalau kami merasa bahwa, apa salahnya juga? Menurut kami, mantan-mantan presiden itu sudah sewajarnya untuk kita mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita," ujarnya di komplek Istana Kepresidenan, Senin (21/4).

Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) yang terdiri dari koalisi sipil hingga keluarga korban pelanggaran HAM berharap Kemensos tak mengusulkan Soeharto jadi pahlawan nasional.

Koalisi juga menyebut Kemensos belum membalas surat terbuka penolakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto yang dilayangkan.

"Untuk saat ini belum ada surat balasan resmi dari Dirjen Pemberdayaan Sosial khususnya mengenai surat yang kami ajukan baik melalui e-mail maupun tertulis," ujar Jane Rosalina selaku perwakilan dari koalisi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (21/4).

Ketua DPP Golkar Hetifah Sjaifudian sementara itu menyebut usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional dilayangkan oleh MPR Fraksi Golkar setelah melakukan pembahasan internal. Salah satunya, usulan itu turut dibahas bersama Satkar Ulama Indonesia yang merupakan organisasi sayap Partai Golkar.

(kum/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
| | | |